Minggu, 09 Oktober 2011

Cerpen Konseling1

Aku sedang berada di sebuah gurun pasir yang gersang sekali, tak ada satupun pepohonan, binatang , apalagi manusia. Aku merasa sangat kehausan , hembusan anginpun rasanya tidak ada.. ingin berteriak rasanya susah . Tapi tiba-tiba kok ada yang menepuk pundakku .
“Neng .. neng ..”
Aku masih tak sadar dan mengerutkan dahi , suara siapa itu?
Tiba-tiba suara itu semakin keras .“neng… bangun neng .. ! neng ..?!
deg ! aku tersentak kaget ..
“ongkosnya neng ?” ucapnya sambil menghitung uang di tangannya.
“eh iya pak .. maaf .. sebentar”
Ya, bapak kondektur yang membangunkanku. Aku sedang berada di dalam bis. Dalam perjalanan dari rumah menuju kostan.
Segera ku mengeluarkan dompet dan memberikan uang lembaran dua puluh ribu pada pak kondektur.
“ini.. pak .. ongkosnya” seraya ku tersenyum simpul sambil menyodorkan uang.

Ibu yang duduk di sampingku hanya tersenyum melihat tingkahku , yang tersentak bangun dari tidur gara-gara pak kondektur nagih ongkos.
Aku hanya tersenyum malu, cengengesan. “hhee.. bu..”

Selama dua jam sudah aku di dalam bis, dan akhirnya sampai di tol cileunyi.
“Majalaya .. majalaya ..”
“ caheum .. caheum ..”
Teriakan para supir angkot, kepada para penumpang bis yang baru turun.
‘neng .. Cicaheum neng? “ tanya salah seorang supir angkot.

Aku hanya mengangguk dan segera naik ke dalam angkot.
Baru saja aku duduk, belum sampai 10 detik “ nguk nguk nguk..” handphoneku berbunyi.
Telpon dari Mathien, adikku.
“Hallo.. assalamu’alaikum”
“Wa’alaikumsalam.. teh .. lagi dimana? Udah nyampe di bandung?”
“iya ..udah.. ini lagi di angkot, baru turun dari bis, kenapa?
“oh.. jangan dulu naik angkot teh .. sekarang teteh kesini bisa ga?”

Adikku memintaku untuk datang ke asramanya. Adikku bersekolah sambil pesantren di salah satu pesantren modern yang ada di Bandung. Letaknya cukup dekat dari tempatku sekarang. Entah ada apa tiba-tiba Mathien memintaku datang ke tempatnya.
“Memangnya ada apa? Kok tiba-tiba nyuruh teteh datang kesana?”
“Panjang ceritanya .. pokoknya teteh harus kesini sekarang juga”
Tut.. tut ..tut .. tiba-tiba dia mematikan telponnya .
“tit …tit.. bunyi sms. 1 new message, dari Mathien.
“Teh… Mathien punya temen, dia sedang ada masalah dengan orang tuanya dan dia kabur dari rumah. Sekarang dia bingung mau tidur dimana, teman-temannya kebanyakan tinggal di asrama dan sebagian lagi rumahnya jauh.. Mathien minta tolong.. boleh ya dia nginep di kostan teteh… satu hari aja?.. dia perempuan.. boleh ya teh?”
Aku bingung, awalnya aku menolak karena bagaimanapun dia adalah orang asing. Tapi Mathien terus memaksa dan menjelaskan semuanya.
“Tolong banget teh.. kasian dia, kalo sekarang gak ada tempat buat nginep, dia bilang mau ngamen dan tidur di mesjid”
Tentu saja aku gak tega mendengar cerita Mathien tentang anak itu. Akhirnya aku mengiyakan dan langsung menaikki angkot yang menuju tempat adikku.

Singkat cerita, aku sampai di depan sekolah mereka. Disana ada Mathien dan dua orang teman perempuannya. Mathien menjelaskan kembali dan menunjukkan teman yang dia maksud. Akhirnya aku dan anak itu pergi menuju kostanku.
Selama perjalanan anak itu hanya terdiam, aku tanya pun hanya menjawab seperlunya, atau cukup dengan anggukan saja. Memang terlihat dari raut wajahnya, anak ini sedang mempunyai masalah. 


Akhirnya tepat pukul 16.25 WIB kami sampai di kostan.
“Alhamdulillah.. nah ini kostan teteh.. maaf ya kalo berantakan, hhe..”
“iya teh gak apa-apa.. maaf ya teh jadi ngerepotin..”
“ gak apa-apa ..’ jawabku sambil tersenyum.
“yaudah .. teteh shalat dulu ya, kamu shalat juga kan?”
“ iya teh ..”
Segera aku mengambil air wudhlu , dan melaksanakan shalat ashar. Begitupun dengan anak itu, yang aku tau dari Mathien bernama Resti.
Selesai kami melaksanakan shalat. Suasana hening sejenak.
“Kamu teman sekelasnya Mathien?” aku memulai pembicaraan.
“iya teh…” jawabnya sambil mengangguk.
Dia tidak banyak bicara, terus saja menunduk.
“Sebenarnya ada apa”? … kamu dari tadi terlihat murung..?”
Dia hanya terdiam. Lama sekali..
“Mathien sudah menceritakan semuanya sama teteh?” tanya Resti tiba-tiba.
“hmmm.. iya tadi Mathien hanya menceritakan bahwa kamu membutuhkan tempat tinggal untuk malam ini.. ada apa sebenarnya? kenapa kamu pergi dari rumah?” aku memulai mendorong anak itu untuk bercerita.
“Aku lagi gak betah diam di rumah…”
“Lho… kenapa? Apa kamu gak takut orang tua kamu khawatir?”
Dia menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Mereka gak akan khawatir, malah mungkin seneng aku gak ada di rumah. Kalo aku di rumah mereka marah-marah terus, aku gak betah!”
“Mana mungkin mereka gak khawatir anaknya pergi tanpa sepengetahuan mereka, dan tidak tahu entah dimana, mereka pasti mencari-cari kamu”.

“Aku gak peduli, yang jelas sekarang aku lagi gak mau diam di rumah… stress aku kalo di rumah terus…”
Matanya mulai berkaca-kaca.
“Oke… teteh mengerti, kamu tenang ya, kamu boleh tidur disini ko malam ini, sampai kamu tenang. Tapi sebenarnya ada masalah apa kamu dengan orang tua kamu?” aku mencoba menenangkannya dan menggali permasalahannya.

“Sudah beberapa hari ini keadaan rumah kacau, setiap hari mereka marah-marah, aku dan adik-adikku jadi sasaran kekesalan mereka. Apalagi aku, sebagai anak pertama”. Dia mulai bercerita dengan nada kesal. Aku tetap mendengarkan.
“Aku sering pulang sore, karena ada kegiatan di sekolah bukan karena main, tapi mereka gak ngerti, mereka menyangka aku main terus…”

Ia menghentikan ceritanya sejenak.. dan mulai bercerita kembali..
“kemarin ayah bilang. Kamu tiap hari pulang sore, bukannya langsung pulang malah main terus. Ayah sama ibu capek-capek cari uang buat kalian. Kalau adik kamu wajar saja mereka masih kecil. Ini kamu ! sudah besar, harusnya jadi contoh buat adik-adik kamu. Kalau kaya gitu mending kamu berhenti sekolah saja, bantuin ibu sama bapak cari duit!” dia mengulang perkataan ayahnya.

Aku hanya menarik nafas panjang mendengar ceritanya.
Anak itu mulai menangis… aku mencoba menenangkannya.
“Jadi orang tua kamu meminta kamu berhenti sekolah?”
Dia mengangguk pelan..
“Memangnya orang tua kamu kerja apa?”
“Berjualan di pasar…” jawabnya pelan, nyaris tak terdengar.
Aku hanya mengangguk mendengar jawabannya.
“Makanya, sekarang aku lagi mikir teh… bagaimana caranya dapat uang buat bantu ayah sama ibu.. rencananya besok aku mau ngamen aja” ungkapnya.
“Jadi kamu besok kamu gak akan sekolah? Mau ngamen?”
“Iya …”
“Apa kamu yakin? Apa dengan begitu orang tua kamu mengizinkan kamu mengamen dan berhenti sekolah?” tanyaku.
“Aku gak tahu teh… tapi mau gimana lagi… mungkin cuma ngamen aku bisa dapetin uang saat ini”
“Sepertinya kamu cuma lagi emosi aja res… kelihatan dari bahasa tubuh kamu, sebenarnya kamu gak yakin melakukan itu”
Dia hanya diam saja mendengar perkataanku ..
“Tadi kamu bilang ayah kamu meminta kamu berhenti sekolah dan membantu mencari uang, lalu bagaimana, apa orang tua kamu tahu kamu mau ngamen?”
“Gak tahu… aku bingung”
Tak terasa panjang-lebar bercerita, berkumandang suara adzan maghrib…
“Udah adzan… kita shalat dulu yuk…” ajakku pada Resti.
20 menit berlalu setelah kami melaksanakan shalat maghrib
“Teh… gak apa-apa ya Resti nginep disini.. besok juga Resti uda pergi kok…”

“Iya… boleh, kan tadi teteh udah bilang… kamu tenang aja, tapi teteh harap besok kamu pulang ke rumah ya…”
Resti terdiam .
“Aku gak tahu teh… aku bener-benr bingung, kalo aku pulang pasti mereka marah besar sama aku…”
“Teteh mengerti res… bagaimana perasaan kamu saat ini… tapi kamu juga harus mengerti perasaan orang tua kamu… semarah apapun mereka, mereka pasti tidak mau terjadi sesuatu pada anaknya…”

Resti kembali terdiam ..
“Res… yang teteh tangkap dari cerita kamu, orang tua kamu … menginginkan yang terbaik dari kamu… mereka ingin kamu menjadi anak yang berhasil, sekolah dengan sungguh-sungguh. Mereka hanya tidak mengerti tentang kegiatan kamu di luar sekolah… di antara kamu sama mereka hanya ada kesalahpahaman. Kamu hanya perlu memberikan pengertian sama mereka secara perlahan …”

‘Tapi mereka susah mengerti teh… kenapa sih seolah-olah mereka itu benci sama aku, tiap hari pasti marah-marah…!”

“Oleh karena itu kamu terus coba memberikan pengertian sama mereka… mereka bersikap kaya gitu, bukan berarti mereka benci sama kamu res… pasti ada alasan lain … kamu hanya perlu berbicara dari hati ke hati sama orang tua kamu… kalau sikap kamu seperti menghindar … bagaimana masalahnya akan selesai, kamu ingin masalah ini cepat selesai kan?”
Resti mengangguk tanda sepakat dengan yang kukatakan.
“Aku juga sempet berfikir gitu teh … tapi kadang aku gak yakin, masih takut mereka marah sama aku…”

“Kamu harus yakin res… teteh percaya kamu pasti bisa meyakinkan dan memberikan pengertian sama orang tua kamu, pasti!”
“Jadi sebaiknya aku pulang ke rumah dan ngobrol sama mereka?”
“he’embb…” jawabku singkat.
Dia berfikir sejenak..
“Ya teh… aku coba, memang cuma dengan ngobrol sama mereka untuk memberikan pemahaman sama mereka…” ungkapnya
“yaps… pernyataan yang bagus…res, kamu sudah memberi pencerahan untuk diri kamu sendiri.. just do it, oke?!” ucapku sambil tersenyum. ”
Resti mengangguk sambil tersenyum.
“Makasih ya teh… sudah memberi pencerahan buat aku…”
“Bukan teteh … tapi kamu sendiri yang sudah mau membuka hati dan berfikir dewasa untuk permasalahan kamu sendiri…”
Resti kembali tersenyum.
“Huvvvt….” Resti menghela nafas.
“Resti masih ragu teh .. teteh mau ya bantu resti besok… teteh ikut ke rumah resti, gimana?”
‘mmmmbbb…” Aku berfikir sejenak.
“oke… insya Allah…teteh bantu..” aku menyanggupi.
“Makasih ya teh…”
“Sipp.., gak terasa ya… uda jam delapan lewat, shalat isya dulu yuk … abis itu kita tidur, kamu juga kelihatannya capek banget…” saranku.
“Iya teh…”

Segera kami melaksanakan shalat isya dan beranjak tidur…

“Allahu akbar… Allahu akbar… “ adzan shubuh berkumandang.
Kami terbangun, dan bergegas pergi ke kamar mandi dan shalat shubuh…

“Res… sekarang kamu pergi sekolah aja dulu ya… nanti kalo kamu sudah pulang, hubungi teteh lewat Mathien, nanti teteh nyusul kesana…” ucapku sambil membereskan tempat tidur.
“Iya teh…” jawabnya.
“yaudah, sok kamu mandi sekarang”
Resti pun pergi mandi, dan bersiap-siap pergi ke sekolah.

Kebetulan hari ini aku tidak ada jam kuliah, jadi aku bisa mengantar dan menemani Resti untuk menemui orang tuanya.

Singkat cerita, jam sudah menunjukkan pukul 13.00. Aku dapat sms dar Mathien, bahwa mereka sudah keluar kelas.
Untungnya aku sudah shalat. Langsung aku bersiap-siap untuk pergi.
Aku menemui Resti di sekolahnya, setelah itu kami langsung berangkat menuju rumah orang tua Resti.


Tepat pukul 14.00 kami sampai di rumah Resti. Agaknya Resti masih ragu untuk menemui orang tuanya, tapi aku terus meyakinkan dia. Akhirnya kami masuk.
Tok..tok..tok.. “Asslamu’alaikum…” sahutku.
“Wa’alaikumsalam…” Ibunya Resti menjawab dan membukakan pintu.
Ibu Resti terlihat kaget melihat anaknya di depan pintu yang ditemani aku.
Resti hanya menunduk, kelihatannya dia ingin menangis.
Aku tersenyum kepada ibunya, ibunya Resti hanya menatap heran.

Aku berbicara kepada ibunya Resti dan menjelaskan maksud kedatanganku, dan semuanya yang terjadi pada Resti. Akhirnya kami masuk.
Kebetulan waktu itu ayah Resti sedang tidak ada di rumah. Ibunya pulang ayahnya Resti pulang sebelum maghrib. Aku juga tidak mungkin menunggu sampai sesore itu. Akhirnya aku hanya mengobrol dengan ibunya.

“Iya bu, kemarin Resti menginap di kostan saya dan dia menceritakan semuana, maaf bu… maaf sekali saya tidak bermaksud ikut campur masalah ini, saya hanya ingin membantu Resti… dia bilang dia masih ingin sekolah, dan tidak mau bekerja, sayang bu… dia anak yang cukup berprestasi di sekolahnya…”

Bla..bla…bla… aku menceritakan semuanya kepada ibu Resti.
“Iya neng, makasih ya… maaf jadi ngerepotin neng, ibu juga sebenarnya tidak mau kalau sampai Resti putus sekolah, sayang.. baru juga masuk SMA. Ibu pengennya sampai tamat. Ayahnya Resti kemarin berbicara seperti itu mungkin Cuma lagi emosi saja, kebetulan memang sedang ada masalah, jadi anak-anak juga dibawa-bawa…”
Aku dan ibu Resti ngobrol cukup lama, Resti hanya diam di kamarnya ketika kami ngobrol di ruang depan. Aku memberi pengertian kepada ibu Resti.
“Iya, insyaAllah nanti ibu sampaikan sama Bapak. InsyaAllah Bapak juga pasti mengerti. Kami akan membicarakannya berdua untuk masalah ini…” ucap Ibu Resti setelah aku memberikan pemahaman mengenai masalah Resti.
Tak terasa sudah pukul 16.30.
Aku pun berpamitan pulang…
Aku merasa sedikit lega, Resti sudah kembali di rumahnya. Dan ibunya pun sudah mengerti tentang keadaan Resti. Semoga Ayahnya pun dapat mengerti.
Aku senang dapat membantunya. 


Keesokan harinya, aku menanyakan tentang Resti kepada Mathien.
Dia bilang, Resti sudah bersekolah lagi seperti biasa. Dan sudah tidak terlihat murung seperti beberapa hari ke belakang.
Aku lega mendengarnya. Sepertinya hubungannya dengan orang tuanya sudah kembali membaik.


“Assalamu’alaikum… teh.. ini Resti.. teh makasiiiiihhh bangett. Sekarang Ayah gak suka marah-marah lagi, aku cuma di suruh bantu-bantu di pasar, kalo lagi libur sekolah … sekali lagi makasih ya tehhh, seneng banget bisa kenal teteh 
Isi sms dari Resti melalui Mathien.

Selesai…

_quRey_

Tidak ada komentar:

Posting Komentar