BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bimbingan terhadap klien banyak ragamnya, contohnya seperti bimbingan akademik, bimbingan sosial pribadi, bimbingan karier, dan bimbingan keluarga. Yang akan dibahas di dalam makalah ini adalah tentang bimbingan sosial pribadi, dan lebih khusus lagi yaitu Bimbingan sosial pribadi terhadap remaja.
Bimbingan sosial pribadi merupakan bimbingan untuk membantu para individu dalam menyelesaikan masalah-masalah pribadi. Adapun tergolong dalam masalah-masalah sosial pribadi adalah masalah hubungan dengan sesama teman, dosen, serta staf, pemahaman sifat dan kemampuan diri, penyesuaian diri dengan lingkungan pendidikan dan masyarakat tempat mereka tinggal, serta penyelesaian konflik.
Bimbingan sosial pribadi diarahkan untuk memantapkan kepribadian dan mengembangkan kemampuan individu dalam menangani masalah-masalah dirinya. Bimbingan ini merupakan layanan yang mengarah pada pencapaian pribadi yang seimbang dengan memperhatikan keunikan karakteristik pribadi serta ragam permasalahan yang dialami oleh individu.
Bimbingan sosial pribadi diberikan dengan cara menciptakan lingkungan yang kondusif, interaksi pendidikan yang akrab, mengembangkan sistem pemahaman diri, dan sikap-sikap yang positif, serta keterampilan keterampilan sosial pribadi yang tepat.
Masa remaja seperti banyak anggapan merupakan saat-saat yang dipenuhi dengan berbagai perubahan dan terkadang muncul sebagai masa yang tersulit dalam kehidupan sebelum ia memasuki dunia kedewasaan. Perubahan-perubahan yang terjadi pada masa remaja tidak hanya menyangkut aspek fisik melainkan juga aspek psikis dan psikososial.
Permasalahan emosi pada masa remaja sangat menarik sebab emosi merupakan suatu fenomena yang dimiliki oleh setiap manusia dan pengaruhnya sangat besar terhadap aspek-aspek kehidupan lain seperti sikap, perilaku, penyesuaian pribadi dan sosial yang dilakukan. Oleh karena itu mereka butuh bimbingan untuk mengatasi permasalahn-permasalahan yang sedang dihadapi, khususnya masalah sosial.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Remaja Sebagai Masa “Badai dan Tekanan”
Masa remaja digambarkan sebagai masa “badai dan tekanan”, yang lebih besar dari periode-periode lainnya dalam tahapan kehidupan manusia. Secara umum masa ini penuh dengan gejolak emosi, sehingga muncul gejala-gejala perasaan yang kuat sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar. Hal ini juga disebabkan oleh karena masa remaja merupakan masa transisi yaitu peralihan dari usia anak-anak menuju usia dewasa dan mereka berada di bawah tekanan sosial sebab menghadapi kondisi baru sedangkan selama masa kanak-kanak mereka kurang mempersiapkan diri untuk menghadapi keadaan tersebut. Bahkan pada masa“badai dan tekanan”, remaja akan mengalami kegoncangan emosi yang disebabkan oleh tekanan-tekanan dan ketegangan dalam mencapai kematangan fisik dan sosial. Permasalahan emosi pada masa remaja sangat menarik sebab emosi merupakan suatu fenomena yang dimiliki oleh setiap manusia dan pengaruhnya sangat besar terhadap aspek-aspek kehidupan lain seperti sikap, perilaku, penyesuaian pribadi dan sosial yang dilakukan. Upaya untuk mengenal dan menyadari emosi yang dialami merupakan langkah penting bagi remaja sebab menurut Cartledge & Milburn, kesadaran akan perasaan yang dialami akan mengembangkan tipe perilaku adaptif yang dapat memfasilitasi terciptanya interaksi sosial yang positif.
Munculnya masalah emosi pada masa remaja, diakibatkan juga karena mereka memiliki sifat-sifat idealis, romantis, aspiratif, dan ambisi yang kuat. Juga mereka cenderung memandang kehidupannya menurut apa yang diinginkan dan dicita-citakan, sehingga mereka tidak melihat dirinya sebagaimana adanya. Tidak semua aspirasi dan ambisi dapat tercapai sebab sering mereka gagal, sehingga semakin tidak tercapai keinginan dan cita-citanya, maka semakin mudah remaja mengalami masalah emosi, seperti marah, kecewa, dan emosi negatif lainnya.
Selain itu, remaja dihadapkan pada pengaruh global yang berdampak positif yang mendorong manusia untuk berpikir, meningkatkan kemampuan, dan tidak puas terhadap apa yang dicapai saat ini. Sementara itu ada dampak negatif yang sering ditiru oleh remaja seperti pergaulan bebas dan perilaku negatif lainnya, padahal di sisi lain mereka harus berhadapan dengan norma-norma, dan nilai-nilai budaya yang berlaku. Dari berbagai dampak negatif tersebut salah satu yang sangat mempengaruhi menurut Nurihsan adalah pelarian dari masalah melalui jalan pintas yang bersifat sementara seperti penggunaan obat-obat terlarang. Demikian juga, kurikulum sekolah yang memasukkan keterampilan hidup (life skill), mendorong sekolah untuk mengembangkan keterampilan hidup agar siswa memiliki keterampilan, sikap, perilaku adaptif, kooperatif dan kompetitif dalam menghadapi tantangan dan tuntutan hidup sehari-hari secara efektif.
B. Perkembangan Kepribadian dan Sosial Remaja
Yang dimaksud dengan perkembangan kepribadian adalah perubahan cara individu berhubungan dengan masyarakat sedangkan perkembangan sosial berarti perubahan dalam berhubungan dengan orang lain. Perkembangan kepribadian yang penting pada masa remaja adalah pencarian identitas diri. Yang dimaksud dengan pencarian identitas diri adalah proses menjadi seorang yang unik dengan peran yang penting dalam hidup. Perkembangan sosial pada masa remaja lebih melibatkan kelompok teman sebaya dibanding orang tua. Dengan demikian, pada masa remaja peran kelompok teman sebaya adalah besar.
Pada diri remaja, pengaruh lingkungan dalam menentukan perilaku diakui cukup kuat. Walaupun remaja telah mencapai tahap perkembangan kognitif yang memadai untuk menentukan tindakannya sendiri, namun penentuan diri remaja dalam berperilaku banyak dipengaruhi oleh tekanan dari kelompok teman sebaya.
Kelompok teman sebaya diakui dapat mempengaruhi pertimbangan dan keputusan seorang remaja tentang perilakunya. Conger dan Papalia&Olds mengemukakan bahwa kelompok teman sebaya merupakan sumber referensi utama bagi remaja dalam hal persepsi dan sikap yang berkaitan dengan gaya hidup. Bagi remaja, teman-teman menjadi sumber informasi misalnya mengenai bagaimana cara berpakaian yang menarik, musik atau film apa yang bagus, dan sebagainya.
C. Perkembangan Moral Remaja
Pendidikan, ditinjau dari sudut psikososial (kejiwaan masyarakat), adalah upaya penumbuhkembangan sumber daya manusia melalui proses hubungan interpersonal (hubungan antarpribadi) yang berlangsung dalam lingkungan masyarakat yang terorganisasi, dalam hal ini masyarakat pendidikan dan keluarga. Sedangkan dalam merespon pelajaran di kelas misalnya, remaja sebagai sebagai siswa bergantung pada persepsinya terhadap guru pengajar dan teman-teman sekelasnya. Positif atau negatifnya persepsi siswa terhadap guru dan teman-temannya itu sangat mempengaruhi kualitas hubungan sosial para siswa dengan lingkungan sosial kelasnya bahkan mungkin dengan lingkungan sekolahnya.
Selanjutnya pendidikan baik yang berlangsung secara formal di sekolah maupun yang berlangsung secara informal di lingkungan keluarga memiliki peranan penting dalam mengembangkan psikososial remaja. Perkembangan psikososial remaja, atau sebut saja perkembangan sosial remaja, adalah proses perkembangan kepribadian siswa selaku seorang anggota masyarakat dalam berhubungan dengan orang lain. Perkembangan ini berlangsung sejak masa bayi hingga akhir hayatnya. Perkembangan sosial, menurut Bruno, merupakan proses pembentukan social self (pribadi dalam masyarakat), yakni pribadi dalam keluarga, budaya, bangsa, dan seterusnya.
Seperti dalam proses-proses perkembangan lainnya, proses perkembangan sosial dan moral remaja juga selalu berkaitan dengan proses belajar. Konsekuensinya, kualitas hasil perkembangan sosial remaja sangat bergantung pada kualitas proses belajar (khususnya belajar sosial) remaja tersebut, baik di lingkungan sekolah dan keluarga maupun di lingkungan yang lebih luas. Ini bermakna bahwa proses belajar itu menentukan kemampuan remaja dalam bersikap dan berperilaku sosial yang selaras dengan norma moral agama, moral tradisi, moral hukum,, dan norma moral lainnya yang berlaku dalam masyarakat remaja yang bersangkutan.
D. Layanan Pribadi Sosial bagi Remaja
Untuk mencapai kompetensi dan keterampilan hidup yang dibutuhkan,siswa tidak cukup jika hanya diberi pelajaran bidang studi. Sekolah berkewajiban memberi bimbingan dan konseling yang menyangkut ketercapaian kompetensi pribadi sosial, belajar, dan karier. Dalam hubungannya dengan layanan bimbingan konseling di sekolah yang merupakan bagian dari program pendidikan, pada kenyataan fokus bimbingan dan konseling serta kurang mengembangkan aspek pribadi sosial siswa.
Menurut Handarini, pendidikan di Indonesia lebih dipusatkan pada pengembangan akademik (aspek kognitif). Hal ini juga berpengaruh pada sikap orang tua yang memasukkan anaknya ke sekolah unggulan dengan harapan memperoleh prestasi yang tinggi. Hal ini menjadi bukti bahwa prestasi akademik menjadi faktor penting dalam keberhasilan seseorang, sementara aspek pribadi-sosial yang antara lain seperti kesadaran emosi kurang mendapat perhatian.
Demikian juga pendapat Drost bahwa penguasaan kurikulum sekolah hanya cocok untuk sekitar 30 % siswa. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat banyak siswa yang mengalami tekanan, hambatan karena tak mampu menyerap kurikulum sekolah, sebagai akibat dari tuntutan kurikulum yang terlalu tinggi, berat, dan tidak sesuai dengan kemampuan siswa maka akan berdampak negatif pada emosi anak, sehingga akan memunculkan perilaku emosional yang beraneka ragam. Anak menjadi mudah marah, putus asa, sulit mengendalikan dorongan hati, sulit mengambil keputusan, dan sulit memotivasi diri. Bahkan dalam situasi ini akan membuat anak menjadi takut, merasa harga diri kurang, bersikap agresif, acuh tak acuh, sulit berkonsentrasi, mengganggu di kelas, menghindari tanggung jawab, tidak ada gairah belajar, sering membolos, mencari hiburan yang tidak sehat (bermain play station) bahkan menghalalkan segala cara untuk memperoleh nilai yang tinggi seperti menyontek atau membeli soal-soal ujian.
Di dalam lingkungan kelas, siswa akan menunjukkan “off task behavior” dalam proses belajar mengajar, seperti tingkah laku impulsif, meninggalkan tempat duduk, tidak memperhatikan penjelasan guru, tidak menyelesaikan tugas, berbicara tanpa permisi, tidak mempunyai motivasi belajar, tidak siap mengikuti kegiatan belajar di kelas dan berperilaku destruktif.
Referensi :
Dr. Achmad Juntika Nurihsan, M.Pd. Bimbingan dan Konseling Dalam Berbagai Latar K
ehidupan. 2006. Bandung: Retika Aditama.Gunarsa, S.D. Dasar dan teori perkembangan anak. 1990. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Gunarsa, S.D. Psikologi remaja. 1998. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
http://rumahbelajarpsikologi.com/index.php/remaja.html
Monks, F.J., Knoers, A. M. P., Haditono, S. R. Psikologi perkembangan : Pengantar dalam berbagai bagiannya (cetakan ke-7). 1991. Yogya: Gajah Mada University Press.
Muhibbin Syah. Psikologi Pendidikan. 2003. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
_quRey_
_quRey_
Tidak ada komentar:
Posting Komentar